Jumat, 07 Januari 2011

Kenaikan HPP Gabah dan Beras Memicu Inflasi

Kebijakan pemerintah yang menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP), baik untuk gabah maupun beras, secara tidak langsung terbukti dapat memicu inflasi. Kenaikan harga beras melalui HPP tidak menjadi soal sepanjang dinikmati petani dan terjangkau masyarakat.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan, Jumat (7/1/2011), di sela-sela rapat koordinasi perekonomian membahas isu pangan di Kementerian Pertanian.

Rapat dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan diikuti Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Kepala BPS, Menteri Keuangan, dan Direktur Utama Perum Bulog. Saat ini pemerintah tengah merevisi Inpres No 7/2009 tentang Kebijakan Perberasan Nasional, yang di dalamnya memuat kebijakan HPP.

Hingga Jumat sore, pemerintah belum memutuskan apakah HPP gabah atau beras bakal naik atau tidak. Rusman menjelaskan, setiap kebijakan baru pemerintah yang diterbitkan dalam bentuk penetapan kenaikan HPP untuk gabah atau beras, secara tidak langsung, dapat mendorong kenaikan harga beras di pasar.

Dengan HPP naik, petani secara psikologis berharap menjual gabah atau beras dengan harga lebih tinggi. Pedagang membayar lebih mahal sehingga harga jual naik. Kenaikan harga memicu inflasi.

Meski begitu, Rusman mengatakan, naiknya harga beras melalui kenaikan HPP tidak menjadi soal sepanjang petani yang menikmati sebagian besar keuntungan dan sepanjang masyarakat bisa menjangkau kenaikan harga itu.

Berdasar pengamatan di lapangan, harga beras di pasar tahun 2010 mencapai Rp 6.500 per kilogram, bahkan sempat menyentuh Rp 7.000 per kilogram. Harga beras di pasar jauh melebihi HPP Rp 5.060 per kilogram. Naiknya harga beras akibat gangguan produksi dan spekulasi pasar mengingat stok beras Bulog tahun 2010 tipis. Padahal, stok merupakan modal utama stabilisasi harga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar